Oleh:Pepen Hermawan, ST., S.Pd.
Alkisah, Ratu Mesir Cleopatra hendak menunjukkan kekuasaan dan kemakmuran negerinya kepada pimpinan pasukan penjajah, Jenderal Marc Antony dari Romawi. Saat makan malam, ia melepas sebuah mutiara besar dari giwangnya. Ia menggerus mutiara itu hingga hancur menjadi bubuk, mencampurkannya pada secawan anggur lalu meminumnya. Terpaku melihat itu, Antony menolak makan malamnya --sebutir mutiara lainnya-- dan mengakui kekuasaan Cleopatra.
Begitulah, mutiara memang sering diasosiasikan dengan kekuasaan serta kemakmuran. Bisa dipahami, karena menurut taksiran ahli perhiasan pertama di dunia, Pliny, dalam bukunya, Natural History, sepasang mutiara Cleopatra itu harganya bernilai lebih dari US$9 juta.
Sebelum ditemukannya teknik pembudidayaan kerang mutiara pada awal abad ke-20 oleh Kokichi Mikimoto dari Jepang, perhiasan mutiara memang hanya dikenakan oleh mereka yang dianggap sebagai orang-orang terhormat, seperti keluarga bangsawan, atau mereka yang sangat kaya. Tengoklah mahkota atau perhiasan para raja dan ratu yang kerap dihiasi mutiara selain bebatuan mulia lainnya.
Harga mutiara, yang diperoleh dari alam, memang sangat mahal karena sulit diperoleh. Bila pun ditemukan, hanya kalangan di atas saja yang berhak memakainya. Sekarang, perhiasan mutiara dari hasil budidaya, berupa seuntai kalung yang terdiri dari sekitar 50 butir mutiara, misalnya, bisa dibeli dengan harga US$500 hingga US$5.000.
Kelangkaan mutiara alam digambarkan oleh Susie Budiatni, Direktur PT Mutiara Rote Indah yang membudidayakan kerang Pinctada maxima di kawasan Rote. "Belum tentu 1 dari 10.000 butir mutiara yang ada di dunia ini adalah mutiara alam, lo," ujarnya. Jenis mutiara ini terbentuk ketika benda asing,seperti butiran pasir atau potongan koral, masuk ke dalam kerang. Kerang melakukan aksi perlindungan dengan mengeluarkan liurnya (nacre) untuk membungkus benda asing tersebut. Lapisan-lapisan liur inilah yang membentuk mutiara.
Prinsip serupa diterapkan oleh Mikimoto saat membudidayakan kerang mutiara. Penemuan Mikimoto merupakan revolusi dalam 'industri' mutiara. Ini membuat aneka jenis, bentuk, dan warna mutiara terbentuk, harga mutiara lebih terjangkau dan tentu saja lebih banyak lagi kalangan yang dapat menikmatinya.
Beberapa jenis mutiara terkenal yang dibudidayakan di laut adalah mutiara Laut Selatan (South Sea pearl), Akoya dari Jepang, mutiara hitam dari Tahiti (Tahitian pearls). Mutiara Laut Selatan banyak diproduksi di belahan bumi selatan, seperti di Indonesia (terutama di kawasan timur), Filipina, Australia, Thailand, juga Myanmar.
Warna-warna khas jenis ini adalah putih, krem, kuning hingga keemasan, perak, merah jambu, dan hitam berbaur warna-warna lain (peacock). Berukuran rata-rata besar 10-16 mm, bentuknya mulai dari bulat, pipih seperti kancing, tetesan air (drop) hingga tak beraturan (baroque).
Berbeda dengan jenis Akoya yang rata-rata berukuran 5-8 mm. Warnanya kebanyakan putih, krem, dan biru keabu-abuan. Bentuk dasarnya adalah setengah bulat (semiround), bulat, dan drop. Mutiara Tahiti sebenarnya termasuk South Sea pearls. Bedanya, warna mutiara yang dihasilkan di sini hitam, baik yang pekat, maupun yang bersemu abu-abu, hijau, cokelat, atau merah.
Kerang mutiara juga bisa dibudidayakan di air tawar, seperti di Cina. Hasilnya adalah mutiara berwarna putih. Kelebihannya, jenis ini bisa dicelup dengan warna-warna yang dikehendaki. Ukurannya kecil-kecil, namun dalam satu kerang bisa dihasilkan hingga 30 butir mutiara.
Setiap jenis tersebut memiliki kelebihan. Namun, ada enam hal yang menjadi patokan untuk memilih mutiara yang baik. Masing-masing adalah ketebalan nacre, kilauan (luster), bentuk, warna, ukuran, serta kesempurnaan permukaan mutiara.
Namun, seperti halnya tiada gading yang tak retak, tak ada mutiara yang tak bercacat. "Bila mutiara itu sangat mulus dan bobotnya ringan, kemungkinan besar ini imitasi," jelas Susie. Cara lain untuk menentukan keaslian mutiara adalah dengan menggosokkannya ke deretan gigi Anda. Bila ngilu, kata Susie, mutiara itu pasti asli. Mutiara asli juga akan terasa seperti berpasir saat digigit perlahan.
Kilau mutiara tidaklah seperti gemerlapnya perhiasan batu mulia lainnya. Namun begitu, mutiara justru tetap dapat tampil memikat meski hadir secara sederhana, saat dikenakan dalam bentuk butiran atau untaian tunggal. Baik itu berupa giwang, kalung, bros, gelang, atau cincin. Karena itulah, perhiasan mutiara dapat dikenakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari pagi hingga malam hari.
Tak heran, banyak desainer yang menggunakan mutiara, asli maupun imitasi, dalam berbagai karya rancangan mereka. Sebut saja Gabriel 'Coco' Chanel, yang desain-desain perhiasan dan aksesori mutiaranya sangat khas dan bisa dikenali sebagai gaya Chanel.
Bagi pemakainya, mutiara diyakini bisa memancarkan citra diri yang penuh keanggunan, kecantikan, maupun kesucian yang sempurna. Sama seperti keyakinan bangsa Yunani kuno dan Romawi kuno. Beberapa kepercayaan lain menganggap mutiara berkaitan dengan perlindungan dari hal-hal buruk, kemujuran, bahkan cinta. Persis seperti bangsa India yang menganggap mutiara 'Sang Ratu Permata', sebagai perhiasan cinta.
Dalam versi lain, memang dikisahkan pula bahwa aksi menggerus mutiara dan meminum bubuknya justru menggambarkan tanda keabadian cinta Cleopatra kepada Antony yang kemudian menjadi suaminya.
Semoga bermnafaat :p
0 komentar:
Posting Komentar